Galeri yang Hilang

Galeri yang Hilang

Monday 27 December 2010

Dimensi Kontinuitas - Diskontuinitas Teologi Anak Manusia

Dimensi Kontinuitas - Diskontuinitas Teologi Anak Manusia


Abstraksi

Anak Manusia adalah sebutan yang mengacu pada kedudukan seseorang yang memiliki otoritas untuk menyampaikan suatu pesan dari Allah pada manusia. Alkitab menyebutkan Anak Manusia dalam kerangka yang berbeda-beda dan dalam hemat penulis bermakna luas seperti menunjuk pada kemanusiaan Yesus walaupun bukan suatu penyangkalan terhadap ketuhanan-Nya. Hal ini adalah bentuk penjelmaan Kristus sebagaimana Yesus dengan tegas menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan dalam berbagai kesempatan dan sebagai manusia. Dengan kata lain Anak Manusia mempunyai dua hakikat dalam keilahian dan manusiawi yang menyatu dalam satu pribadi. Istilah Anak Manusia digunakan dalam Alkitab dalam konteks keilahian Kristus. Sebagai contoh dalam Yesaya 43:25 dan Markus 2:7 tertulis hanya Allah yang dapat menghapus dosa. Akan tetapi sebagai 'Anak Manusia' Yesus mempunyai kuasa untuk menghapus dosa dalam Markus 2:10. Dengan kata lain Anak Manusia sebagai sebutan Yesus menunjukkan bahwa Yesus sendiri menggunakan istilah 'Anak Manusia' untuk menyatakan keilahian-Nya sebagai Anak Allah. Dan sebagai bentuk penjelmaan dan karya keselamatan-Nya.

I. Pendahuluan

Tema Anak Manusia adalah wacana yang menarik pada saat kini terlebih bila dikaji dari sudut biblis. Dalam pandangan umum, konsep Perjanjian Baru (selanjutnya PB) tentang istilah Anak Manusia terlihat lebih jelas dan lebih mudah dipahami daripada Perjanjian Lama (selanjutnya PL). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini menjelaskan bahwa Anak Manusia dalam PB tampak dari ucapan Yesus sebagai Anak Manusia untuk menerangkan watak dan misi-Nya. Walaupun perkataan Yesus tersebut didasarkan pada wahyu Daniel dalam Daniel 7:13.[1]

Sementara dalam PL, konsep istilah Anak Manusia mengacu pada keberadaan seseorang manusia yang berbeda dari Yesus, seperti sapaan Allah kepada Yehezkiel yang disebutkan sembilan puluh kali.[2] W.R.F Browning menjelaskan bahwa sapaan tersebut mengacu pada sebutan umat Israel yang dipertentangkan dengan binatang supranatural dalam simbol kebudayaan dari bangsa-bangsa sekitar. Dengan kata lain sapaan umat manusia pada umumnya yakni sebagai yang utama dari seluruh ciptaan.[3] Seperti perumpamaan Henokh bahwa Anak Manusia adalah makhluk surgawi atau tokoh supranatural yang memerintah atas suatu kerajaan yang universal di mana terdapat pelaksana keselamatan dan penghakiman.[4]

Dengan kata lain sapaan tersebut lebih ditujukan pada keberadaan seorang yang memiliki jabatan seperti nabi yang diutus oleh Tuhan lihat Yehezkiel 2:5, 33:33; bdk. Daniel 8:17. Demikian yang didefenisikan M.G. Easton dalam tiga bagian yakni bahwa Anak Manusia berarti tanda umat manusia yang secara umum mengacu kepada kelemahan manusia (lihat Ayub 25:6; Mazmur 8:4; 144:3; 146:3; Yesaya. 51:12, dll.); sebutan yang sering mengikuti nabi Yehezkiel untuk mengingatkan kelemahannya; serta mengacu pada sebutan juruselamat dalam Perjanjian Baru yang digunakan 43 kali dan Perjanjian Lama digunakan dalam Mazmur 80:17 dan Daniel 7:13, dst. Dengan kata lain Anak Manusia adalah manusia sempurna dari Tuhan (Ibrani 2:14; Lukas 24:39).[5] Dengan demikian mengetahui tafsiran istilah Anak Manusia, maka dapat memahami pengajaran Tuhan yang pusat pada pribadi dan misi-Nya.[6]

Berdasarkan data di atas penulis akan menjelaskan teologi Anak Manusia dalam PL dan PB guna menemukan teologi Anak Manusia secara utuh yakni dalam kontinuitas dan diskontinuitas teologi Anak Manusia.

II. Pembahasan

2.1 Anak Manusia Dalam Perjanjian Lama

Istilah Anak Manusia dalam PL memiliki permasalahan filosofi dengan tradisi Yudaisme khusus dalam kitab Apokaliptik yang melihat dalam konsep eksklusif.

Dalam Alkitab Ibrani, istilah Anak Manusia mengacu pada kata manusia 'a4d{a4m atau 'eno=s] yang berarti istilah kolektif manusia. Menurut Koehler-Baumgartner bahwa setiap manusia disebut ben 'a4d{a4m dan sejumlah manusia disebut benê 'a4d{a4m atau beha4'a4d{a4m.[7] Menurut Alan Richardson ben 'a4d{a4m sinonim dari ben 'eno=s adalah bahasa semitis untuk manusia yang biasanya digunakan sebagai jabatan nabi.[8]

Dalam kitab Yehezkiel, istilah Anak Manusia secara langsung mengacu pada nabi Yehezkiel yang disebutkan 90 kali. Menurut W. Zimmerli bahwa kitab Yehezkiel secara menyeluruh ditulis dengan idiom Ibrani yakni parallelismus membrorum misalnya Allah sendiri berkenan bersama-sama dengan hamba-Nya seperti dalam Daniel 8:17. Maka kenabian Yehezkiel sebagai Anak Manusia tidak berarti menjelaskan keberadaannya sebagai nabi tetapi sebagai makhluk yang menggambarkan kelompok manusia yang berhubungan dengan Allah.[9] Dengan kata lain Anak Manusia memiliki peran dalam sejarah keselamatan, penulis termasuk konsep mesias dalam Yehezkiel. Dalam kesimpulan Lassor mengatakan Anak Manusia menggenapi penglihatan Daniel.[10] Dalam penjelasan S.M.Siahaan yang mengutip pendapat H.Haag bahwa peran mesias dalam hubungan dengan Allah, bahwa Yehezkiel tidak menganggap mesias bekerja atas nama Allah untuk menyatakan keselamatan tetapi membawa teologi para imam sebagai satu-satunya sumber keselamatan eskatologis. Teologi yang menggarisbawahi peranan Yahweh di tengah bangsa-Nya yakni membawa kebahagiaan orang-orang Israel yang takut akan Allah (bdk. Mazmur 34; 137).[11]

Hal yang berbeda tampak dalam kitab Ibrani Mishnaik, istilah Anak Manusia ben 'a4d{a4m mengacu pada jenis dan sifat manusia pada umumnya. benê 'a4d{a4m atau dari manusia dalam penciptaan berî'o=t{.

Dalam kitab Aram, istilah Anak Manusia juga digunakan pada keb{ar 'ena4s dalam Daniel 7:13. Kitab Daniel adalah satu dari beberapa kitab Apokaliptik yang melihat istilah Anak Manusia memiliki masalah fundamental. Dalam narasi pasal 7, kata sambung seperti ke adalah bentuk sindiran perbandingan yang mengacu pada kata binatang buas yang digambarkan sebelumnya seperti golongan Anak Manusia. C. Colpe menjelaskan bahwa latar belakang Daniel 7 adalah mitologi Kanaan di mana dewa Baal menunggangi awan-awan dan menggantikan El, dewa tertinggi sebagai penguasa. Dengan kata lain konsep Anak Manusia dalam Daniel tidak berhubungan dengan sejarah bangsa-bangsa sekitar.[12] Otto Kaiser menjelaskan bahwa hubungan tersebut dalam sudut pandangan penghakiman atas bangsa-bangsa dari gagasan hari Tuhan ‘day of Yahweh.’[13]

Dalam tradisi Apokaliptik istilah Anak Manusia mengacu pada penglihatan dalam Daniel 7:13 dan 8:26. Di mana kata binatang buas tidak berarti membinasakan, tetapi sama seperti Anak Manusia yang datang dengan awan-awan dari langit. Dengan kata lain penglihatan Daniel tentang Anak Manusia mengacu pada teokrasi Israel yaitu adanya perbedaan antara kerajaan Allah dan kerajaan dari sebuah negara. Seperti dalam penjelasan ayat 18 yang menyebutkan bahwa pemilihan Allah pada orang-orang kudus untuk memerintah kerajaan-Nya (bdk. Daniel 7:22a,25,27).

Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa istilah Anak Manusia berhubungan dengan konteks sejarah dalam narasi Daniel yakni terjadinya krisis keadilan dan perpindahan kuasa Anak Manusia kepada kaum yang teraniaya. Seperti perpindahan Anak Manusia ke dalam orang Israel. Dengan kata lain apokaliptik Daniel ingin menghubungkan konteks sosial, iman dan penghakiman komunitas yang tidak percaya dan menyimpang dari perintah Allah melalui Anak Manusia.

Demikian dalam kitab Enokh 46:8; 53:6; 62:8 penggunaan istilah Anak Manusia memiliki kesejajaran dengan narasi dalam kitab Mazmur,[14] kitab Yesaya dan Daniel 7:9. Istilah Anak Manusia tampil sebagai figur eskatologi, seseorang yang diharapkan dalam suatu komunitas. Seperti sebuah jabatan nabi dalam fungsi eskatologis atau sebagai guru apokaliptik yang mengajarkan pertobatan. Maka pengharapan Anak Manusia bersifat mesianik. Menurut Barnabas Ludji, Yesaya 11:1 sosok mesianik yang diharapkan bukan dari kerajaan yang besar dan mulia melainkan keluarga yang sederhana, seperti pemilihan Daud sebagai raja. Dengan kata lain Anak Manusia dalam figur Mesias menekankan kepemimpinan yang berhubungan dengan Roh Tuhan.[15]

Kitab Henokh adalah wakil kebenaran dan hikmat Allah mengatakan bahwa Anak Manusia adalah tersembunyi dihadapan Allah dan terdapat dalam ciptaan dunia. Maka Anak Manusia adalah mesianik yang berjuang dengan raja dan kuasa-kuasa untuk mencapai kemenangan. Penggambaran mesianik tersebut adalah penggambarkan makhluk sorgawi dan gelar untuk Anak Manusia.[16] Sementara itu Anak Manusia juga dilihat sebagai roh Allah dalam Enokh 70-71 bdk Kejadian 5:22-24.

Hal yang sama dalam tradisi Apokaliptik Ezra yang melihat kesejajaran dengan teks Daniel 7 dalam tradisi Henokh bahwa Habel, Henokh dan Melkisedek adalah perwakilan kebenaran Allah dan Melkisedek diberkati dengan sifat mesianik. Di sini motif Anak Manusia tidak tertulis tetapi dapat dipahami secara tersirat bahwa dalam fungsi Anak Manusia berarti sama dengan utusan atau malaikat.

Dengan hemat penulis bahwa konsep Anak Manusia dalam Daniel 7 adalah sosok figur mesianik yang tersirat. Sedangkan dalam Henokh 70 yang sejajar dengan Daniel 7 menggambarkan Anak Manusia sebagai wakil dari suatu kebenaran yang membawa damai sejahtera dan keselamatan atas komunitasnya. Seperti pandangan Leon Morris bahwa figur Anak Manusia membuka hubungan dengan Allah dan berdaulat atas umat manusia.[17]

Dalam kesimpulan C. Vriezen bahwa doktrin Anak Manusia dalam Daniel 7:13 adalah kesatuan jamak dari orang-orang kudus dalam status raja. Akan tetapi dalam waktu kemudian Anak Manusia merujuk pada sosok mesias seperti dalam kitab Henokh dan Ezra.[18] Demikian menurut Rowlley mengatakan bahwa konsep Anak Manusia yang berasal dari kata ben adam adalah suatu kerajaan mesianik di mana status raja adalah figur dari Anak Manusia. Lebih lanjut Rowlley mengatakan bahwa nubutan tentang Anak Manusia berhubungan dengan Yesus dalam PB. Yesus menjadi penggenapan Anak Manusia dalam PL.[19]

2.2 Anak Manusia Dalam Perjanjian Baru

Menurut Samuel Hakh istilah ‘Anak Manusia’ berasal dari kata ibrani benê 'a4d{a4m; Aram benê 'ena4=s; Yunani ho hyios tou anthro4pou dan dalam Alkitab terjemahkan utama adalah seseorang.[20] Maka dapat disimpulkan bahwa istilah Anak Manusia dalam PB sangat dipengaruhi oleh aspek sosial budaya PL.

Dalam Injil Markus istilah Anak Manusia terlihat jelas. John Drane mengatakan bahwa Yesus secara langsung menyebut diri-Nya sebagai Mesias (Markus 14:62).[21] Penggunaan istilah Anak Manusia sebanyak empat belas kali yakni Markus 2:10,28; 8:31, 38; 9:9, 12,31; 10:33, 45; 13:36; 14:21, 41, 62. Istilah yang mengacu pada keberadaan Yesus yang futuris sebagai penguasa dan hakim. Menurut Samuel Hakh bahwa aktivitas Anak Manusia di atas dilihat sebagai figur seseorang yang memiliki kuasa mengampuni dosa dalam Markus 2:10 dan Tuhan atas hari Sabat dalam Markus 2:28. Lebih lanjut Samuel mengatakan bahwa Anak Manusia juga digambarkan sebagai hamba yang melayani, menderita dan mati.[22] Menurut penulis bahwa penderitaan Anak Manusia sesuai dengan konteks sosial penulisan Markus. Anak Manusia adalah Yesus yang menderita.

Dalam Matius istilah Anak Manusia berhubungan dengan penderitaan Yesus dalam Matius 12:40; 26:21 termasuk istilah Anak Manusia dalam Injil Markus kecuali Markus 8:31; Aktivitas Yesus dalam Matius 8:20; 11:19; 12:32; 13:37; 16:13; dan Kedatangan Anak Manusia di masa depan dalam Matius 10:23; 13:41; 16:28; 19:28; 24:27, 30, 39, 44; 25:31. Dalam hemat Samuel Hakh mengutip Peter Head bahwa perbandingan Injil Markus dengan Matius dalam penggunaan istilah adalah dominasi istilah yang digunakan Matius lebih banyak dari pada Markus, di mana penekanan Matius adalah ke-akan-an dari kedatangan Anak Manusia atau bersifat kronologis eskatologis. Samuel Hakh mengutip gagasan Luz bahwa kedatangannya sebagai hakim.[23]

Sementara gagasan eskatologi Matius dalam istilah Anak Manusia terdapat pada Matius 13:39, 49; 24:3. Anak manusia berhubungan dengan sifat mesianik Yesus. Matius menekankan bahwa penampilan masa depan Yesus sebagai Anak Manusia yang memimpin penghakiman akhir. Menurut Johnson bahwa Injil Matius menekankan kemesiasan Yesus sebagai keturunan Raja Daud dalam Matius 1:16. Kristus dalam teks tersebut mengacu pada Yesus di dalam status yang dibangkitkan dan akan datang pada parousia.[24]

Dalam Lukas menurut Samuel Hakh, istilah Anak Manusia mengacu pada Injil Markus dan sumber Q. Adapun teks yang mengunakan istilah Anak Manusia dan sejajar dengan Injil Markus dan Matius adalah Lukas 12:8-9; 12:10; 6:22; 17:22, 30; 18:8; 19:10; 21:36; 22:22; 22:48; 24:7. Menurut Stefan Leks kesejajaran dalam narasi tentang karya Yesus, kepergian Yesus ke Yerusalem, dan penggenapan misi Yesus di Yerusalem.[25] Kesimpulan Samuel Hakh bahwa teks-teks tersebut menekankan tema teologi Anak Manusia dalam penyelamatan, penderitaan, kedatangan dan kemuliaan.[26]

Dalam hemat penulis Injil Sinoptik yang menggunakan istilah anak Manusia terbagi dalam 3 kelompok yaitu: Anak Manusia dalam pelayanan di dunia, Anak Manusia dalam kehinaan dan kematian, Anak Manusia datang dalam kemuliaan apokaliptis untuk menghakimi manusia dan menggenapi Kerajaan Allah. Inilah istilah Anak Manusia yang terkait dengan tugas prerogatif Allah, yaitu mengampuni dosa, Anak Manusia yang menderita, serta Anak Manusia yang mempunyai kuasa untuk menghakimi.

Dalam tradisi Paulus, istilah Anak Manusia jelas terlihat dalam konsep manusia sorgawi yang berbeda dengan manusia dunia dalam 1 Korintus 15:47. Konsep tersebut dibangun dalam teks Apokaliptik di mana doktrin keselamatan dalam PB disesuaikan dari PL. Doktrin keselamatan yang didasari pada figur dari Anthro4pos. Seperti yang digunakan Paulus dalam 1 Korintus 15:27 bdk Mazmur 8:7. Di sini Paulus memberi makna baru pada peristiwa penyelamatan dalam gagasan Apokaliptik yang sesuai dengan konteks Hellenistik (bdk Roma 5:12-21).

Dalam Surat Ibrani istilah Anak Manusia dalam 2:6-8 sejajar dengan Mazmur 8:5-7. Ibrani membedakan manusia dan Anak Manusia dalam proses sejarah keselamatan sebelum mereka memerintah sorga. Hubungan manusia dan Anak Manusia adalah hubungan yang didasari pada kebutuhan yang merujuk pada hidup Yesus dan seperti menekankan tujuan akhir Yesus yang belum tercapai dalam Ibrani 2:8. Hal yang sama terlihat dalam Yohanes 1:51, di mana komunitas orang percaya akan melihat kedatangan Anak Manusia. Menurut Colpe, surat Ibrani membedakan antara Yesus dari kekuasaan malaikat sesuai ajaran Apokaliptik tentang sejarah keselamatan.[27] Pembedaan ini didasari pada kemuliaan dari sesuatu yang bertentangan dari Allah yang hina. Leivestad mengatakan konsep tersebut telah berakar kuat dalam Injil Lukas tentang penghakiman dan parousia sesuai dengan KIS 7:56 yang ditafsirkan dalam konteks Helenisasi.[28]

Dalam penafsiran C.K.Barrett bahwa Yesus menerima Stefanus dalam kemuliaan sorga sebagai antisipasi parousia untuk setiap orang Kristen.[29] Sementara C. F. D. Moule mengatakan bahwa Yesus mendukung Stefanus sebagai saksi dalam pengadilan sorga dalam roh dari Lukas 12:8.[30] Colpe melihat hal berbeda, bahwa sikap Yesus dalam KIS 7:56 sama dengan Yesaya 14:22 dan Mazmur 3:8, 7:7, bahwa sikap Allah berdiri mengacu pada orang Samaria.[31]

Dalam kitab Wahyu istilah Anak Manusia dalam 1:13 dan 14:14 yang memiliki kesejajaran dengan PL dalam Daniel 7:13 ‘seperti Anak Manusia yang berjalan dan duduk di atas awan-awan langit.’ Istilah tersebut menggambarkan figur yang berbeda antar yang terdapat dalam injil dan wahyu bahwa Anak Manusia yang dihubungkan dalam konteks penulisan Wahyu. Anak manusia pada Apokaliptik Wahyu mengacu pada Yesus sebagai raja dan hakim yang dimuliakan sesuai dengan Daniel 7:13, di mana orang Aram dan tradisi Ibrani dipelihara. Bahkan malaikat pun ikut mengaku dalam Wahyu 14:15 bdk Daniel 10:5. Dengan kata lain konsep Anak Manusia dalam Wahyu berusaha membangun konsep Kristologi anak domba pada konteks tradisi sosial Wahyu yang berbeda.

III. Refleksi Teologis

Anak Manusia dinyatakan Allah melalui utusan seperti nabi maupun Yesus sebagai Allah yang manusiawi. Dalam kehidupan Anak Manusia memiliki tujuan yakni menjadi perantara Allah dalam menghadirkan kedamaian dalam komunitas tertentu. Seperti Yesus sebagai Anak Manusia yang membawa persekutuan kasih Allah kepada setiap orang yang percaya pada-Nya.

Sementara kedudukan Yesus Perjanjian Baru dengan jelas dikatakan sebagai manusia sejati dan manusia ilahi. Dengan kata lain Yesus sebagai Anak Manusia yang mengetahui keberadaan Allah yang transenden dan orang harus memandang Yesus sebagai Anak Manusia yang disalibkan dan Allah yang disalibkan.

Di mana Anak Manusia dalam kemanusiaan-Nya berada dalam kumpulan orang-orang berdosa, malang, sakit, cacat, dan sampah masyarakat. Ia mengampuni dosa manusia dan memberi kelegaan. Semua penderitaan manusia dijumpai di dalam Anak Manusia yang disalibkan.

Dalam kontinuitas teologi Anak Manusia penulis menyimpulkan bahwa PL dan PB mengacu pada utusan Allah yang diwakili oleh nabi maupun Yesus. Yesus dipahami sebagai penggenapan istilah Anak Manusia dalam PB, dan kerygma dari istilah Anak Manusia yaitu figur manusia yang ilahi.

Sedangkan diskontuinitas PL dan PB terletak latar belakang kitab yang menggunakan istilah Anak Manusia dan tujuan penulisan kitab. Seperti pesan yang terdapat pada istilah Anak Allah dalam Daniel yang dijadikan acuan dalam kitab lainnya. Anak Allah adalah bentuk sapaan Allah pada umat manusia yang dipilih sebagai simbol keberadaan Allah di dunia, seperti sapaan pada nabi Yehezkiel maupun raja-Mesias maupun dalam Daniel sosok seseorang yang diharapkan untuk mendatangkan syalom. Walaupun dalam PL tidak terlalu jelas merujuk pada seorang pribadi ataupun golongan umat percaya, baik bersifat kekinian maupun keakanan. Sementara dalam PB istilah Anak Manusia dengan jelas merujuk pada sosok Yesus, Anak Allah dalam kemanusiaan dan keilahian.


[1] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2002), hal.586. Lihat Markus 8:38, 13:26; 14:62; Lukas 17:24; 21:27, dll.

[2] Samuel Benyamin Hakh, Pemberitaan tentang Yesus menurut injil-injil sinoptik, (Bandung: Jurnal info media, 2007), hal.159

[3] W.R.F Browning, (terj) Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), hal.22

[4] W.S Lassor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuatan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), hal.425-6

[5] M. G. Easton, Illustrated Bible Dictionary Third Edition, (Harper & Brothers, 1903)

[6] Alan Richardson, An Introduction The Theology of The New Testament, (London: SCM Press LTD, 1961), hal.128.

[7] L. Koehler and W.Baumgartner, Lexicon in Veteris Testamenti Libros, 1958, hal.12.

[8] Alan Richardson, idem, hal.128-30.

[9] W. Zimmerli, Ezechiel, BKAT XIII/I, 1959, hal.70. bdk Bilangan 23:19; manusia 'eno=s] memiliki kesadaran dan Anak Manusia ben 'a4d{a4m ketaatannya ke arah Allah pencipta dalam Mazmur 8:4-5.

[10] W.S Lassor, dkk, Op.cit, hal.303.

[11] S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), hal.39-40.

[12] C. Colpe, TDNT VIII hal.406-30. Seperti figur gayomart dalam Avestas, adapa dalam literatur Babel, dewa matahari dalam mitologi Mesir, adam dalam pemikiran para rabi dan manusia utama dalam ajaran gnostik.

[13] Otto Kaiser, Introduction to the Old Testament, (Oxford: Basil Blackwell Ltd, 1984), hal.315-6.

[14] Misalnya 80:8-16 bdk 110:1, istilah Anak Manusia digambarkan dengan anggur dan kebun anggur yang mengacu pada perjanjian Allah terhadap Israel. Di sini Anak Manusia ben 'a4d{a4m digunakan spesifik pada orang pilihan yaitu raja.

[15] Barnabas Ludji, Kerajaan Mesias: Telaah kritis kitab Amos, Yesaya dan Mikha, (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STTJ, 1999), hal.10-2.

[16] Bdk Colpe, TDNT VIII hal.423-7,

[17] Leon Morris, New Testament Theology, (Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1990), 101-2

[18] Th. C. Vriezen An Outline Old Testament Theology, (Oxford: Basil Blackweel, 1966), hal.367

[19] H.H.Rowley, The Old Testament and Modern Study, (London: Oxford University Press, 1967), hal 306-7. bdk 330-1

[20] Samuel Benyamin Hakh, Op.cit. hal.159.

[21] John Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hal.74.

[22] Samuel Benyamin Hakh, ibid, hal.159-60.

[23] Samuel Benyamin Hakh, ibid, hal.163-4. bdk Peter M.Head, Christologi and the Synoptic problem, an argument for Markan priority, (Cambridge: University Press, 1997), hal.227-8. bdk U.Luz, ‘The Son of Man in Matthew: Heavenly judge or human Christ?’ JSNT 48, 1992, hal.3-21.

[24] M.D.Johnson, The Purpose of Biblical Genealogies, with Special Reference to the Setting of the Genealogies of Jesus, Society for New Testament Studies Monograph Series 8, 1969, hal. 222 bdk K. Stendahl, Peake Commentary on the Bible, 1962, hal.770.

[25] Stefan Leks, Tafsir Injil Lukas, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hal.14-5.

[26] Samuel Benyamin Hakh, Op.cit, hal.166-7; 171-4. bdk Jack Dean Kingsbury, Matthwe Proklamation Commentaries, (Philadelphia: Fortress Press, 1986), hal.63-5.

[27] Colpe, TDNT VIII, hal.464. Bandingkan dengan Mazmur 8:6-8.

[28] Leivestad, ASTI 6, 1967-8, hal.88. Dalam kesaksian Stefanus, Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah beserta orang terkemuka.

[29] C. K. Barrett, ‘Stephen and the Son of Man, in W. Eltester, ed., Apophoreta, 1964, hal.32-8.

[30] C. F. D. Moule, ô From Defendant to Judge--and Delivererö , Studiorum Novi Testamenti Societas Bulletin 3, 1952, hal.46.

[31] Colpe, TDNT VIII, hal. 461-3; bdk E. Haenchen, The Acts of the Apostles, 1971, hal.292


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

Fritz n' Erwin

Fritz n' Erwin
Senat 2004/2005