Galeri yang Hilang

Galeri yang Hilang

Monday 4 January 2010

Risalah: Hidup Di Bawah Bayang-Bayang Maut: Sebuah Tafsir Kitab Pengkhotbah.

Buku:

Hidup Di Bawah Bayang-Bayang Maut: Sebuah Tafsir Kitab Pengkhotbah.

Oleh Andreas Hauw


Karya Gerrit ini yang berjudul Hidup Di Bawah Bayang-Bayang Maut adalah sebuah buku tafsiran tentang Kitab Pengkhotbah. Metode utama yang dipakai Gerrit dalam proses penafsiran ialah analisis teks; terlihat di sana-sini dia mengkritik teks terjemahan LAI, baik Alkitab Terjemahan Baru (TB) maupun Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS). Gerrit menalar teks dari hasil eksegesisnya sendiri, dan dari situ dia memberanikan diri untuk mengoreksi dan mempertanyakan kedua versi terjemahan LAI ter­se­but. Pada halaman 22, misalnya, dia mengkritik terjemahan LAI untuk Pengkhotbah 1:3. Gerrit sendiri menyadari kesu­karan untuk menerjemahkan ayat tersebut. Kata yang dipersoalkannya ialah yitron; TB menerjemahkan kata itu dengan kata guna, sedangkan BIS hasil. Menurut Gerrit, seharusnya kata yitron diterjemahkan de­ngan untung atau laba karena kata itu berasal dari dunia perdagang­an. Dalam TB (juga BIS), kata yitron memang tidak diterjemahkan secara konkor­dantif. Dari 8 kali pemunculan yang hanya terdapat di kitab Pengkhotbah, TB telah memakai kata-kata berikut ini, yaitu: untung (2:11, 3:9, 7:12), lebih (2:13), puas (5:9), berhasil (10:10, 11) dan bahkan dalam 5:16, kata yitron tidak diterjemahkan. Di sini kata yitron tidak diterjahkan karena bentuk retorik dalam bahasa Ibrani telah diubah oleh TB menjadi bentuk pernyataan sambil berusaha memperta­hankan arti yang sama.

Gerrit juga menjelaskan tentang Kritik Literer sebagai metode pe­naf­siran kitab Pengkhotbah yang tidak ia ikuti lagi: ”…saya menya­dari bahwa pendapat ini tidak dapat lagi saya pertahankan…” (hlm.10). Namun, ia masih memperhatikan analisis ini pada hampir semua ayat yang diba­hasnya, termasuk pada waktu menentukan struktur kitab ini (hlm. 12-13). Jadi, Gerrit sebenarnya menerapkan bermacam-macam analisis dalam buku tafsirannya ini.

Gerrit lalu menerapkan teks hasil terjemahannya (atau eksege­sisnya) sesuai konteks di mana dia hidup. Ia mengatakan begini ”…saya menafsir sebagai orang Indonesia dengan konteksnya yang khas,” tanpa menjelaskan lebih lanjut apa yang ”khas” itu. Mungkin ”kemasan” dari taf­sirannya itulah yang ia maksudkan, karena ia mengeksegesis sambil menceritakan pengalaman-pengalamannya, baik dalam konteks Ja­wa, Indonesia, maupun pandangan-pandangan filsuf Barat. ”Kemasan” inilah yang membuat buku ini berbeda dari karya tafsiran yang lain. Gerrit juga menerapkan contoh dari konteks dirinya sendiri. Bahasa Gerrit terasa gamblang, mudah dicerna, dan tidak berbelit-belit. Misalnya, pada halaman 201 ketika mengomentari Pengkhotbah 12:7, Gerrit meng­ang­kat sebait nyanyian anak-anak dalam masyarakat Jawa sebagai contoh untuk memahami ayat tersebut. Namun, pada bagian lain ia juga memakai cerita-cerita dari negeri asing misalnya keti­ka mengomentari 6:3. Selain itu, ia juga mengutip pendapat-pendapat dari filsuf-filsuf Perancis, Inggris, dan Austria seperti disebut­kan dalam halaman 132, 219, 226, 230, dsb., termasuk juga mengambil kebiasaan atau con­toh-con­toh baik yang berasal dari Barat maupun Timur.

Teks-teks kuno dan bebe­rapa versi terjemahan kuno dari abad permulaan juga tidak luput dari perhatian Gerrit, seperti terlihat pada halaman 129, 133, dan 165. Singkat­nya, Gerrit berusaha mengum­pulkan sebanyak mungkin refleksi yang pernah ia alami untuk mengerti teks Kitab Pengkhotbah ini. Hal itu menunjukkan bahwa Gerrit berusaha mengerti teks-teks yang ia baca bukan saja dari hasil eksegesis teks itu sendiri, melainkan juga dari keseluruhan usaha interaksi­nya dengan apa yang pernah ia mengerti dan alami. Agak­nya, itulah yang mem­buat buku ini terasa aktual karena tidak jauh dari pengalam­an manusia sehari-hari. Oleh karena itu, buku ini layak dibaca tidak saja oleh para penafsir, tetapi juga oleh orang Kristen pada umumnya.

Buku: Emanuel Gerrit Singgih. Hidup Di Bawah Bayang-Bayang Maut: Sebuah Tafsir Kitab Pengkhotbah. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2001. 233 hlm

Disadur dari http://www.alkitab.or.id/biblika/Tinjauan%20Buku4.html/Sabtu, 2 Januari 2010/ 18.00 WIB


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

Fritz n' Erwin

Fritz n' Erwin
Senat 2004/2005